Jumat, 03 Februari 2012

KERAJINAN KERRÉ / LAMPIT PAYAMAN DESA NAMPU KEC. KARANGRAYUNG


Kita semua mungkin banyak yang belum tahu tentang apa itu “kerré” karena namanya sangat asing di telinga kita, sering juga disebut dengan sebutan “lampit”. Kerré merupakan kerajinan tangan yang terbuat dari bambu. Bambu yang baik untuk dibuat kerre adalah bambu wulung atau bambu yang berwarna coklat. Karena kulitnya yang berwarna coklat sangat bagus apabila diberi lapisan Vernis atau cleer, selain itu juga tahan lama. Kerre atau lampit biasa dipakai untuk penutup depan rumah agar terhindar dari panas matahari.
Kerajinan kerré dibuat  hampir semua warga dusun Payaman Desa Nampu Kec. Karangrayung Kabupaten Grobogan, sehingga menjadi andalan warga masyarakat dusun Payaman untuk mendapatkan penghasilan. Hal ini ditunjang oleh bahan baku yang cukup walaupun harus membeli dari luar daerah, dan juga pemasaran yang bagus karena selain dipasarkan langsung kepada pembeli oleh penjual eceran, juga langsung diambil oleh grosir atau pengumpul yang berasal dari kota Jepara. Semarang, Kudus, Solo, Sragen, dll. Sehingga kerré yang dihasilkan oleh warga akan langsung habis terjual.
Disini ada bermacam-macam kerré, mulai dari yang halus sampai yang biasa dengan ukuran yang bermacam-macam pula, ada yang ukuran 1 x 2 m, 1.5 x 2, 2 x 2 m dll. menurut pesanan pembeli

Untuk khusus kerré halus pembuatannya  agak lama karena belahan bambunya kecil-kecil dan halus. Pemasarannya pun kebanyakan di kirim  ke luar daerah, biasanya ke Kalimantan.Untuk permodalannya warga sudah menjadi anggota kelompok Unit Ekonomi Produktif ( UEP ) dan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan ( SPP ) dari UPK PNPM Mandiri Perdesaan Kec. Karangrayung. Dengan adanya PNPM Mandiri Perdesaan sangat bermanfaat sekali sebagai penyedia permodalan dan pelatihan-pelatihan ketrampilan yang sangat bermanfaat bagi masyarakat.
Salah satu Kelompok binaan UPK Karangrayung adalah Kelompok Kerajinan Kerre 2. Kelompok  ini dikelola oleh Ketua Sudarto, Sekretaris Pujiyati dan Bandahara Sarah Hidayati. Kelompok ini berdiri sejak tahun 2003 dan masih eksis sampai sekarang.
Pada awalnya pinjaman mulai dari Rp 500.000,- per anggota, kemudian naik menjadi Rp. 1000.000,- dan seterusnya sampai tahun 2011 menjadi antara Rp. 2.000.000,- sampai Rp. 3.000.000,-. Untuk tahun 2010 pinjaman satu kelompok yang terdiri dari  13 anggota, total pinjaman  berjumlah Rp. 36.000.000,-, sedangkan untuk tahun 2011 berjumlah 14 orang naik menjadi Rp. 38.000.000,-. Sehingga sampai tahun 2011 ini kelompok sudah menggulirkan dana sebanyak 8 kali perguliran atau 8 tahun.  Perjalanan kelompok ini tergolong bagus. Untuk angsuran ke UPK tidak pernah telat sehingga setiap kali pelunasan selalu mendapatkan pengembalian baik berupa IPTW ( Insentif Pengembalian Tepat Waktu )
maupun tabungan kelompok. Hal ini dikarenakan oleh pengelolaan yang baik serta transparansi dari pengurus kelompok, selain itu didukung oleh usaha dari anggota yang selalu berkembang yakni usaha kerajinan kerre. Menurut Sudarto sebagai ketua kelompok, ada beberapa kendala yang dihadapi oleh umumnya semua pengrajin di Dusun Payaman. Kendala yang dihadapi kelompok dalam pengembangan kerajinan kerre ini antara lain :
1. Semakin minimnya bambu wulung sebagai bahan baku. Karena bambu ini dibeli dari luar daerah yakni Sragen. Dengan keterbatasan bahan baku ini maka pengrajin kemudian beralih ke bambu apus.
2. Keterbatasan keahlian dan teknologi dalam mengolah bambu atau kurang variatif sehingga kurang menarik konsumen.
3. Dalam hal pemasaran masih mengandalkan penjualan secara langsung  kepada konsumen karena tidak ada stand khusus sebagai tempat penjualan kerajinan bambu.
4. Kendala yang terakhir yakni jalan masuk Dusun Payaman Desa Nampu yang masih relatif jelek, sehingga mengurangi minat investor maupun pedagang besar.


Dari beberapa kendala di atas ada beberapa solusi, misalnya untuk masalah keterbatasan keahlian, di PNPM-MP sudah disediakan ruang khusus yakni usulan-usulan desa tentang pelatihan-pelatihan. Namun untuk Desa Nampu usulan pelatihan sampai saat ini belum ada yang masuk dalam penetapan usulan. Hal ini dikarenakan  untuk usulan pelatihan masih kalah dengan usulan fisik/sarpras. Sehingga untuk ke depan agar dikomunikasikan antara pelaku tingkat Kecamatan dengan pelaku tingkat Desa agar lebih diperhatilkan mulai dari penggalian gagasan, sehingga memunculkan usulan pelatihan yang benar-benar dibutuhkan dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
Untuk persoalan pemasaran seharusnya dibuat lokasi atau stand khusus untuk penjualan aneka kerajinan khas daerah, sehingga pembeli lebih mudah mencari aneka kerajinan yang diinginkan.

Karena walaupun kerajinan Kerre ini menjadi kerajinan khas buatan Karangrayung, namun setelah keluar dari Karangrayung bisa saja diberi label dari daerah lain. Oleh karena itu perlu ditingkatkan lagi kerjasama antar instansi terkait, baik dari Tingkat Desa, Tingkat Kecamatan maupun Tingkat Kabupaten [ dawam ]




Tidak ada komentar:

Posting Komentar